C E R M I N
Cermin

Ada apa dengan cermin? Cermin adalah nama sebuah benda yang semua orang membutuhkannya, yang gunanya untuk melihat hasil riasannya dicermin itu. Dan ini paling banyak dibutuhkan oleh kaum Hawa (wanita). Sebab, kebiasaan rata-rata wanita adalah bersolek, sampai-sampai di kantong (tas) tangannya pasti ada cerminnya. Malahan hampir setiap kaca yang ada didekatnya pasti dijadikannya cermin.

Kaitannya dengan kita selaku orang yang beriman adalah bagaimana kalau diri kita mencontoh perilaku seperti halnya wanita dalam memperbaiki tata rias ditubuhnya, yang hampir setiap kaca dijadikannya cermin untuk memperbaiki riasannya itu. Tapi, yang jadi masalah adalah yang dijadikan cerminnya itu. Apakah kita akan sama, mengambil semua kaca untuk dijadikan cermin? Atau akan memilah-milah, sehingga yang kita pakai untuk bercermin hanya kaca yang baik dan bersih saja? Dan untuk apa kita bercermin?

Maka, disini ada sebuah doa untuk bercermin, yang mungkin bisa dijadikan untuk tujuan kita dalam bercermin yang mana bunyi dari doa itu adalah sebagai berikut,

“Allaahumma kamaa hassanta khalqi fahassin khuluqii 
“Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah pulalah akhlakku E(HR. Ahmad)

Dan Rasulullah SAW sendiri di utus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak dalam beribdah dan bermuamalah ini memerlukan panduan dan pigur yang akan diikutinya atau yang akan menjadi cerminnya. Kalau dulu ada Rasulullah SAW, para Sahabat dan lain sebagainya (orang-orang soleh). Kalau sekarang ada Al-Qur’an, Al-Hadits, para Auliya, Syekh, Ulama, Kiayi, Ustadz, dan orang-orang yang beriman pun bisa dijadikan cermin oleh kita, sebagaimana ada sebuah kata bijak yang mengatakan,

“Seorang mukmin harus menjadi cermin bagi mukmin yang lain 

Ini menunjukkan bahwa, kita sebagai orang yang beriman harus menjadi cermin bagi mukmin yang lain. Dan untuk menjadi cermin, maka diri kita harus bersih dulu dari noda dan dosa, terus diri kita juga harus beristiqamah dan bertawakal kepada Allah SWT. Intinya kita harus menjadi orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, sebagaimana firman Allah SWT.,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia. E(QS. Al-Anfal (8): 2-4)

Tapi, perubahan zaman merubah segala aspek kehidupan didunia ini. Dari mulai gaya hidup, budaya dan lain sebagainya. Hasilnya, banyak orang-orang yang salah dalam mengambil cermin. Mereka lebih suka penyanyi, bintang film, model atau bintang sinetron yang dijadikan cerminnya, daripada orang-orang yang lebih soleh seperti para Auliya, Syekh, Ulama, Kiayi, Ustadz, dan, orang-orang yang beriman sekalipun yang aktif di masjid. Padahal, hidup didunia ini hanya sementara dan sebentar, yang abadi hanya ada di akhirat. Maka, untuk meraih akhirat alangkah baiknya sekiranya kita memperhatikan kata bijak berikut ini,

“Kalau kita menginginkan akhirat maka kita harus melihat keatas, tapi kalau kita menginginkan dunia maka lihatlah kebawah. E

Ini mengisyaratkan kepada kita bahwa, untuk meraih surga maka kita harus bercermin kepada orang-orang yang lebih soleh dari kita, sehingga kita terpacu untuk lebih baik lagi dan lebih soleh lagi. Sebab, dalam kebaikan atau dalam beribadah kita harus “Fastabikul Khairat E(berlomba dalam meraih kebaikan) sehingga surga dapat kita raih dan Allah pun akan ridha selama dalam meraihnya murni karena Allah semata. Sedangkan dalam masalah keduniawian, kita harus bercermin kepada orang-orang yang tarap hidupnya ada dibawah kita, sehingga kita akan bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT ketika kita diuji oleh Allah dengan kefakiran misalkan. Atau, malah kita akan lebih bersyukur lagi, sehingga Allah SWT akan berkata kepada kita, “Kami akan menambah (nikmat) kepadamu Edan hidup kita pun akan terasa senang dan bahagia.

Sangat beda sekali dengan orang yang bercermin kepada orang-orang yang gaya dan tarap hidupnya lebih tinggi dari dirinya, maka yang akan didapat adalah kekecewaan dan kerugian, apalagi kalau tidak berpegang kepada tali agama Allah SWT., sehingga, nafsunya akan menguasainya untuk berusaha sekuat tenaga untuk mengikuti atau melebihi orang-orang yang gaya dan tarap hidupnya lebih tinggi darinya dengan berbagai cara dan pastinya juga sudah tidak lagi memperhatikan halal dan haram. Dan kebanyakan orang seperti ini ketika berhasil, akan merasa bahwa kenikmatan (keberhasilan) yang dirasakannya adalah miliknya (hasilnya) pribadi, padahal Allah SWT befirman,

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (keberhasilan) E(QS. An-Nashr (110): 1)

Ustadz Aam Amiruddin dalam kitabnya “Tafsir Al-Qur’an Kontemporer Emengatakan bahwa, pada ayat ini Allah SWT menyebutkan kata nashr (pertolongan) sebelum kata fath (kemenangan). Ini merupakan peringatan penting agar kita tidak takabur saat meraih kesuksesan karena pada dasarnya manusia cenderung menepuk dada ketika kesuksesan demi kesuksesan dapat diraihnya. Kita sering beranggapan bahwa kemenangan atau kesuksesan itu murni karena kehebatan dan kerja keras. Padahal, sehebat apapun diri kita, sebesar apapun kerja keras kita, tanpa pertolongan Allah SWT., hasilnya pasti nihil.

Pernyataan tersebut tidak bermaksud menafikan kerja keras. Kerja keras dan kerja cerdas merupakan komponen penting dalam meraih kesuksesan atau kemenangan. Yang ingin ditekankan yaitu, perlu adanya kesadaran bahwa dalam setiap kemenangan atau kesuksesan, apakah itu kesuksesan studi, bisnis, mendidik anak, karier, pasti didalamnya terdapat pertolongan Allah SWT.

Sahabat-sahabat sekalian, hati-hati dalam bercermin, hidup didunia ini sementara, jadikanlah dunia ini sebagai jembatan akhirat sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Aidh bin Abdullah Al-Qarni,

“Dunia adalah jembatan akhirat. Oleh karena itu, seberangilah ia dan janganlah Anda menjadikannya sebagai tujuan. Tidaklah berakal orang yang membangun gedung-gedung di atas jembatan.
  • Followers